Perkenalkan nama saya Syam. Saat ini
saya duduk di kelas X-IPA A. Kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya
waktu masuk Asrama Melati Samarinda,
dan juga waktu mengetahui ada sesuatu yang
menghebohkan di kamar mandi nomor 6.
Awal cerita, pada hari Kamis yang
cerah secerah semangat pagiku untuk mempersiapkan barang-barang untuk pergi ke
asrama baruku yaitu Asrama Melati Samarinda, yang dengar-dengar, ini adalah asrama
favorit di kotaku. “Hoamm…
Ah, masih ngantuk”, pikirku
dalam hati. Tapi aku harus tetap bangun karena mengingat hari ini adalah hari
pertamaku pergi ke asrama baruku.
Jam 07.30 aku memeriksa barang agar
tidak ada yang ketinggalan dan ketika jam menunjukkan pukul 10.00 aku harus
sudah berangkat menuju asrama baruku. Jarak antara rumahku ke Asrama Melati
lumayan jauh, kira-kira memakan waktu kurang lebih setengah jam belum lagi
ditambah macetnya arus lalu lintas di tengah perjalanan, bisa-bisa satu jam
kemudian aku baru sampai di asrama. Nah, daripada aku bosan di perjalanan, lebih
baik aku dengarin musik untuk menambah sedikit hiburan.
Jarum pendek menunjukkan pukul
11.00, tak terasa kendaraanku sudah parkir di depan Asrama Melati Samarinda. aku pun bergegas membawa barang
bawaanku dan masuk untuk mengisi data asramaku. Setelah semua terisi, akhirnya
aku segera pergi ke kamarku yaitu kamar 3135. Memang sih agak
sedikit gugup ketika bertemu dengan orang yang belum kita kenal. Yaa.. dengan memasang muka datar, akhirnya dengan segera aku masuk
ke kamarku dan berkenalan dengan teman baruku. Ternyata mereka semua berasal
dari kota yang sama denganku. Nama mereka adalah Ardhi, Farhan, dan Posi. Terlihat
dari raut wajah mereka, mereka
seperti orang yang ramah, baik, dan suka menolong.
Setelah
puas berkenalan, tak terasa semua barang bawaanku sudah dipindahkan dan tertata
rapi di kamar baruku. Tak lama kemudian, sudah saatnya orang tuaku meninggalkan
aku. Rasa sedih pun mulai menyelimuti hatiku, seolah-olah sebuah petualangan baru akan
segera dimulai tanpa ditemani oleh kedua orang
tuaku. Yaa, mau tidak mau aku harus hidup mandiri disini sampai 3 tahun ke depan.
Hari
demi hari kulewati dengan suka, tawa canda, sedih, dan duka. Semua yang kami lakukan selalu bersama, sehingga membuat
kami dekat satu sama lain layaknya saudara. Mulai melakukan dari hal yang kecil sampai yang besar kami lakukan bersama, senasib seperjuangan. Jika ada yang membuat satu kesalahan baik yang kecil maupun yang besar juga akan kami
tanggung bersama, satu
angkatan. Itulah yang disebut kehidupan asrama. Tak hanya itu saja, walaupun
kami sudah menjadi layaknya saudara, kami juga harus tetap menjaga tali
persaudaraan itu. Tidak mudah lho.. menjaga tali persaudaraan itu.
Hingga
tiba pada hari
ke-14, sebuah konflik yang menghebohkan bahkan menggemparkan seluruh angkatanku
yang hampir saja memutus tali persaudaraan kami, seolah-olah mengundang banyak
tanya, siapakah pelakunya? Serasa tidak percaya bahwa teman
seangkatan yang melakukannya, jadi siapa?. Semua itu hanya disebabkan oleh sesuatu yang belum diketahui jelas
darimana asalnya yang tersembunyi di bak kamar mandi nomor 6. Ternyata ada yang membuang hajat di dalam
bak mandi nomor 6. Kami semua pun tertegun heran setelah mengetahui berita itu,
seakan kami tidak
percaya akan berita itu.
Satu
hari setelah kejadian berlalu, masih belum ada juga yang mau mengaku, akhirnya
terjadilah aksi saling tuduh-menuduh. Suasana pada saat itu berubah menjadi
tidak nyaman, seolah-olah akan ada perpecahan besar yang nantinya akan mengarah
ke perkelahian dan permusuhan. Kecurigaan pun perlahan mulai merasuk ke pikiran
teman-temanku, semakin cuek orang yang ditanya semakin besar pula kecurigaan
itu tumbuh yang bisa berujung pada timbulnya konflik.
Esoknya
di pagi hari, yang terdengar hanyalah suara bisikan yang menyebutkan bahwa si A
lah pelakunya, dan siangnya bisikan itu berubah tiba-tiba dan menyebutkan bahwa
si B lah pelakunya. Entah mengapa pada malam harinya suara bisikan itu berubah
lagi, dan bisikan itu mengatakan bahwa ternyata si C lah pelakunya. Bisikan itu
terjadi pada setiap perkumpulan orang atau bahkan setiap kamar. Makin lama
bisikan itu makin tidak jelas didengarnya, dan semoga saja bisikan itu tidak
ada lagi di asrama ini.
Semua
ketidakpastian itu hanya menjadi sia-sia dan justru malah membuat perpecahan
individu dalam angkatanku. Bayangkan saja, sudah 14 hari menjalin tali
persaudaraan bisa lenyap begitu saja hanya karena sebuah konflik yang tak
begitu rumit. Untung saja kami masih bisa memaafkan satu sama lain, jadi
masalah itu bisa teratasi sepenuhnya dan esoknya keadaan kembali menjadi akrab
seperti yang sebelumnya.
Memang sih, keadaan sudah mulai akrab, tetapi setiap hari
kami semua masih selalu mengingat-ingat hal itu dan selalu membicarakannya.
Hampir setiap hari pembicaraan itu menghiasi suasana ketika kami berjalan
kemana saja. Hingga ketika bermain pun kami masih saja membicarakannya,
seolah-olah masalah itu telah menjadi sebuah lelucon di setiap perbincangan
kami. Bahkan sekarang, masalah yang telah menjadi lelucon itu sudah mulai
menyebar beritanya ke telinga kakak-kakak tingkat kami.
Dua atau tiga hari kami lalui dengan penuh pembicaraan
tentang masalah itu. Akhirnya semua itu berlalu 6 hari setelah kejadian
menghebohkan itu dan mengingat sebentar lagi kita akan segera libur panjang. Kami mencoba untuk
melupakan kejadian itu dan lebih memikirkan untuk menyiapkan barang ketika akan libur panjang nanti. Berhubung masalah
itu belum ada yang mau mengaku, sampai sekarang masalah itu belum diketahui
siapa pelakunya dan masih misterius. Bagi
kami, itu semua akan menjadi sebuah pembelajaran untuk lebih dewasa lagi, serta
akan menjadi kenangan ketika kami menjadi alumni SMAN 10 nanti.